Rabu, 21 Maret 2012

Makalah Jarimah Pencurian


BAB I
PENDAHULUAN
.

A. Latar Belakang Masalah

Dalam cakupan fikih jarimah dalam syariat islam dikenal prinsip bahwa suatu perbuatan dapat dipandang sebagai jarimah jika telah dinyatakan dalam nash atau dengan bahasa kenegaraan,sesuatu perbuatan dapat dipandang sebagai jarimah jika telah diundangkan.

Dengan adanya prinsip tersebut macam jarimah dan sangsinya akan dapat diketahui dengan jelas dan pasti.dengan demikian orang akan berhati-hati agar jangan sampai melakukan jarimah yang akan berakibat penderitaan terhadap diri sendirinya juga.dari segi lain adanya prinsip tersebut akan mencegah terjadinya penyalah gunaan wewenang penguasa atau pengadilan untuk menjatuhkan suatu hukumankepada seseorangt berbeda dengan hukuman yang akan dijatuhkan terhadap orang lain yang melakukan jarimahyang sama dengan motif yang sama pula.

Adanya prinsip tersebut dimaksudkan juga untuk memberikan kepastian hukum terhadap bermacam macam jarimah.jangan sampai suatu hukuman dijatuhkan terhadap sesuatu jarimah yang diatur kemudian.Meskipun demikian,dapat dikecualikan untuk hal yang dipandang yang amat besar bahayanya terhadap masyarakat.aturan dapat dibuat kemudian kemudian setelah perbuatan jarimah dilakukan,guna menjadi dasar hukum dalam hendak menjatuhkan hukuman.

Macam jarimah yang ditentukan ancaman pidananya dalam al-quran ialah pembunuhan ,penganinayaan ,pencurian ,perampokan,pemberontakan,zina,dan menuduh zina.Hadis naba saw.kecuali memberikan perincian jarimah-jarimah yang ditunjuk didalam al’quran tujuh macam tersebut,juga menentukan sangsi pidana terhadap dua macam jarimah lainnya,yaitu:minuman keras,dan riddah keluar dari agama islam.

Sebagai contoh kongkrit didalam QS al-baqarah188 disebutkan larangan makan harta dengan cara tidak sah,yang bentuknya disebutkan dengan jalan suap menyuap.Atas dasar adanya larangan tersebut dank arena al-quran tidak menyebutkan sangsi terhadap pelanggarannya,penguasa dibenarkan untuk membuat undang-undang yang mengatur jarimah suap menyuap misalnya lagi dalam sunah rasul disebutkan larangan bersunyi-sunyi antara laki-laki dan perempuan bukan suami istri dan juga bukan muhrimnya juna menjaga agar jangan sampai terjadi perjinahan.Atas dasar adanya larangan tersebut dan karena sunah rasul tidak menentukan sangsinya,penguasa dibenarkan mengeluarkan undang undang yang mengatur jerimah khalwat.

 

Dari uraian tersebut diatas jarimah hudud dapat diartikan yaitu jarimah yang diancam dengan hukuman hadd adalah hukuman yang telah ditentukan dalam nass al-quran atau sunah rasul dan telah pasti ancamannya serta menjadi hak allah,tidak dapat diganti dengan macam hukuman lain atau dibatalkan sama sekali oleh manusia yang termasuk njarimah ini ialah pencurian ,perampokan ,pemberontakan ,zina,menuduh zina ,minum-minuman keras dan riddah.


B. Rumusan Masalah
  1. Apakah Pengertian Pidana dan Pencuri ?
  2. Bagaimana Cara Penanggulangan Tindak Pidana Pencurian Dalam Perspektif Islam !
C . Tujuan Penulisan
Berdasarkan latar belakang di atas, maka tujuan penulisan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui pengertian Jarimah pencurian
2.      Untuk mengetahui Sanksi Hukum Pencurian
3.      Untuk mengetahui Unsur – unsur pencurian
4.      Untuk Mengetahui Hikmah Jarimah

BAB II
PEMBAHASAN

A.     Pengertian Pidana dan Pencuri
Hukum pidana Islam adalah merupakan terjemahan dari fiqh jinayah, fiqh jinayah adalah segala ketentuan hukum mengenai tindakan pidana atau perbuatan kriminal yang dilakukan orang-orang Mukallaf (orang yang dapat dibebani kewajiban).
Hukum pidana Islam merupakan syariat Allah yang mengandung kemaslahatan bagi kehidupan manusia baik didunia dan akhirat.
Pencuri adalah orang yang mengambil harta atau benda orang lain dengan jalan diam – diam dan diambil dari tempat penyimpanannya. Pengertian yang dimaksud ada beberapa perilaku yang serupa tetapi tidak sama dengan pencuri. Hal ini tidak ada salahnya bila dikemukakan yaitu :
  1. Menipu.
Menipu adalah mengambil hak orang lain secara licik sehingga orang lain menderita kerugian.
  1. Korupsi.
Korupsi adalah mengambil hak orang lain baik perorangan atau masyarakat dengan menggunakan kewenangan atar jabatan dan kekuasaannya.
  1. Menyuap.
Menyuap yaitu seseorang memberi sesuatu baik dalam bentuk barang atau uang maupun lainnya kepada orang lain agar pemberi memperoleh keuntungan baik material atau moril sedangkan pemberiannya itu ada pihak lain yang dirugikan.

Mencuri adalah sebagian dari dosa besar. Orang yang mencuri wajib dihukum yaitu dipotong tangannya. Apabila ia mencuri untuk yang pertama kalinya maka dipotong tangannya yang kanan (dari pergelangan tangan sampai telapak tangan) bila mencuri kedua kalinya di potong kaki kirinya (dari ruas tumit), mencuri yang ketiga dipotong tangannya yang kiri, dan yang keempat, dipotong kakinya yang kanan, kalau ia masih juga mencuri maka ia harus dipenjarakan sampai tobat.



 

1. Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam ( Bandung : Pt. Sinar Baru Algensindo, 1998 )

a. Ruang Lingkup Hukum Pidana Islam

Ruang lingkup hukum pidana Islam meliputi pencurian , perzinahan, meminum khamar, membunuh dan melukai orang lain, merusak harta orang lain, dan kekacauan dan semacamnya berkaitan dengan hukum kepidanaan.
Hukum kepidanaan dimaksud disebut jarimah.Jarimah terbagi dua: Jarimah Hudud dan jarimah ta’zir. Kata hudud berasal dari bahasa arab adalah jamak dari kata had .Had secara harfiah ada beberapa kemungkinan arti antara lain batasan atau definisi, siksaan, ketentuan atau hukum. Had dalam pembahasan fiqih (hukum Islam) terbagi beberapa jenis dalam syariat Islam , yaitu rajam, jilid, atau dera, potong tangan, penjara atau kurungan seumur hidup, eksekusi bunuh, pengasingan atau deportasi, dan salib.
Namun ta’zir dalam pengertian istilah dalam hukum Islam adalah hukuman yang bersifat mendidik yang tidak mengharuskan pelakunya dikenai had dan tidak pula harus membayar kaffah atau diat. Jenis hukuman yang termasuk jarimah ta’zir adalah penjara, skorsing atau pemecatan, ganti rugi, pukulan, ganti rugi, teguran dengan kata-kata, dan jenis hukuman lain yang dipandang sesuai dengan pelanggaran dari pelakunya.

b. - Dasar Sanksi Hukum Bagi Pencuri Dalam Al-Qur’an 

Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 38

Artinya: “laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”

- Dasar Sanksi Hukum Bagi Pencuri Dalam Al-Hadist

Selain dasar hukum yang bersumber dari Al-qur’an yang diungkapkan diatas juga dapat dilihat dari hadist Nabi Muhammad Saw. Diantaranya sebagai berikut.
Diriwayatkan dari Sayyidatina Aisyah ra. Katanya: Rasulullah saw memotong tangan seseorang yang mencuri harta yang senilai satu perempat dinar keatas.
Diriwayatkan dari Ibnu Umar ra. Katanya: Sesungguhnya Rasulullah saw pernah memotong tangan seorang pencuri yang mencuri sebuah perisai yang bernila sebanyak tiga dirham.



2. Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam ( Jakarta : Sinar Grafika, 2007 )
3. Amir Syarifuddin, Fiqh Sunnah II ( Jakarta: Logos Wacana ilmu, 1999 )
Garis hukum yang dapat dipahami dari ayat Al-Qur’an dan hadist diatas adalah sebagai berikut.
1.      Sanksi hukum bagi laki–laki dan perempuan yang mencuri adalah potong tangan sebagai pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah.
2.      Umat-umat terdahulu kalau ada orang mulia yang mencuri, mereka membiarkannya, tetapi apabila mereka dapati orang yang lemah diantara mereka yang mencuri, mereka akan dijatuhi hukuman ke atasnya. Demi Allah sekiranya Sayyidatina Fatimah binti Muhammad yang mencuri, niscaya aku yang akan memotong tangannya.
3.      Seorang pencuri tidak akan mencuri jika dia berada dalam keimanan yaitu iman yang sempurna.
4.      Rasulullah saw memotong tangan seorang yang mencuri harta senilai satu perempat dinar keatas.
5.      Rasulullah saw pernah memotong tangan seorang yang mencuri sebuah perisai yang bernilai sebanyak tiga dirham.
Persyaratan Hukum Potong Tangan Bagi Pencuri
Berdasarkan ayat Al-qur’an dan alhadist yang secara tegas mengungkapkan bahwa sanksi hukum terhadap pelanggaran pidana pencurian yaitu potong tangan denagn syarat sebagai berikut.
1.      Nilai harta yang dicuri jumlahnya mencapai satu nishab, yaitu kadar harta tertentu yang diterapkan sesuai dengan undang-undang.
2.      Barang curian itu dapat diperjual belikan.
3.      Barang atau uang yang dicuri bukan milik baitul mal.
4.      Pencuri usianya sudah dewasa.
5.      Perbuatan dilakukan atas kehendaknya bukan atas paksaan orang lain.
6.      Tidak dalam kondisi dilanda krisis ekonomi.
7.      Pencuri melakukan perbuatannya bukan karena untuk memenuhi kebutuhan pokok.
8.      Korban pencurian bukan orang tua dan bukan pula keluarga dekatnya(muhrim).
9.      Pencuri bukan pembantu korbannya. Jika pembantu rumah tangga mencuri perhiasan.
10.  Ketentuan potong tangan Apabila ia mencuri untuk yang pertama kalinya maka dipotong tangannya yang kanan (dari pergelangan tangan sampai telapak tangan) bila mencuri kedua kalinya di potong kaki kirinya (dari ruas tumit), mencuri yang ketiga dipotong tangannya yang kiri, dan yang keempat, dipotong kakinya yang kanan, kalau ia masih juga mencuri untuk kelima kalinya maka ia harus dipenjarakan sampai tobat dan dihukum mati.
11.  Ketentuan diatas tidak berlaku apabila orang yang mencuri harta bapaknya sendiri tidak dipotong tangannya begitu juga sebaliknya. Demikian pula bila salah seorang suami istri mencuri harta yang lain, orang miskin yang mencuri dari baitul mal dan sebagainya tidak dipotong.
Syarat hukuman potong tangan atas adalah:
1.      pencurinya telah baligh,berakal sehat dan ikhtiyar.Dengan demikian anak-anak dibawah umur yang melakukan pencurian tidak memenuhi syarat hukuman potong tangan tetapi walinya dapat dituntut untuk mengganti harga harta yang dicuri anak dibawah perwaliannya sedangkan sianak dapat diberipelajaran seperlunya.Orang gila yang mencuri juga tidak dapat dijatuhi hukuman potong tangan demikian juga orang dewasa sehat akal yang melakukan pencurian atas dasar desakan ataupun daya paksa tidak dapat dijatuhi hukuman hadd potong tangan khalifaah ummar pernah tidak menjatuhkan hukuman potong tangan terhadap pencuri yang melakukan pencurian pada musim penceklik karena dirasakan adanya unsure keterpaksaan.
2.      pencuri benar-benar mengambil harta orang yang tidak ada syubhat milik bagi orang tersebut. dengan dengan demikian, jika seorang anggota suatu perseroan dagang mencuri harta milik perseorannya, ia tidak dijatuhi hukuman hadd potong tangan karena ia adalah orang yang ikut memiliki harta perseroan yang dicurinya. demikian jugaa, pegawai negeri yang melakukan korupsi terhadap harta Negara sebab harta negarase4bab sebagai warga Negara ia dipandang ikut memiliki harta yang dicurinya, tetapi tidak berarti sikoruptor bebas dari ancaman pidana sama sekali. ancaman yang dapat dijatuhkan adalah pidadna ta’zir.
3.      pencurin mengambil harta dari tempat simpanan yang semestinya, sesuai dengan harta yang dicuri. dengan demikian, orang yang mencuri buah pohon yang tidak dipagar tidak memenuhi syarat hukuman potong tangan. orang yang mencuri sepeda dihalaman rumah pada malam hari jugatidak dapat dijatuhi hukuman hadd potong tangan. orang yang mencuri cincin emas yang terletak diatas meja makan juga tidak dapat dihukum hadd potong tangan. namun., pencuri sapi dikandang diluar rumah memenuhi syarat dijatuhi hukuman hadd potong tangan sebab sapi tidak pernah dikandangkan didalam rumah. pencuri yang tidak memenuhi syarat hukuman hadd dijatuhi hukuman ta’zir.
4.      harta yang dicuri memenuhi nisab. nisab harta curian yang dapatmengakibatkan hukuman hadd potong tangan ialah seperempaat dinar (seharga emas 1,62 gram). dengan demikian, pencurian harta yang tidak mencapai nisab hanya dapat dijatuhi hukuman ta’zir. nisab harta curian itu dapat dipikirkan kembali, disessuaikan dengan keadaan ekonomi suatu waktu dan tempat. sesuai keadaan ekonomi pada masa nabi, harta seharga seperempat dinar itu sudah cukup besar. meskipun dapat pula dipahamkan bahwa kecenderunan untuk menetapkan nisab harta curian dalam jumlah amt kecil itu dimaksudkan untuk menghilangkan kejahatanpencurian yang amat merugikan ketenteramanmasyarakat, jangan sampai hak milik seseorang tidak dilindungi keselamatannya.
5.      pencurian tidak terjadi karena desakan daya paksa, seperti wabah kelaparan yang orang mencuri untuk menyelamatkan jiwanya. Khalifah Umar bin Khaththab pernah tidak melaksanakan hukuman hadd potong tangan terhadap pencuri unta pada saat terjadi wabah kelaparan (paceklik).penuri yang demikian itu jika akan dijatuhi hukuman hanya dapat berupa hukuman ta’zir, atau dapat dibebaskan sama sekali, bergantung pada ppertimbangan hakim. dapat ditambahkan bahwa keadaan memaksa ini dapat terjadi juga dalam masyarakat yang keadaan sosialnya belum terlaksana dengan baik. misalnya, dalam masyarakat yang jarak antara kaum kaya dan kaum miskin terlalu jauh, jurang pemisah antara dua golongan itu amat dalam. di satu pihak terdapat orang kaya yang membelanjakan hartanya dengan cara bermewah-mewah, dilain pihak tersapat kaum miskin yang untuk memperoleh pekerjaan amat susah, untuk memperoleh rezeki sehari-hari amat sukar. dengan demikian, dapat kita peroleh kepastian bahwa pencurian yang terjadi dalam masyarakat yang belum mencerminkan keadilan social itu tidak memenuhi syarat untuk dilaksanakan hukuman hadd potong tangan. yang dapat dilaksanakan adalah hukuman ta’zir.
c. Hikmah Atau Tujuan Hukuman Bagi Pencuri.
Salah satu yang dibanggakan oleh manusia adalah harta. Ajaran Islam bukan materialisme, melainkan Islam mengajarkan kepada umat Islam untuk berusaha sekuat tenaga sesuai kemampuan untuk mencari harta. Syariat Islam yang telah ditetapkan oleh Allah SWT dan Muhammad Rasulullah SAW memuat seperangkat aturan dalam hal memperoleh harta. Memperoleh harta dengan cara yang haram seperti berbuat curang, merugikan orang lain, mencari keuntungan yang berlebihan,dan lain-lain harus dihindari oleh umat Islam.
Mengambil hak orang lain berarti merugikan sepihak. Ketentuan potong tangan bagi para pencuri, menunjukkan bahwa pencuri yang dikenai sanksi hukum potong tangan adalah pencuri yang professional, bukan pencuri iseng, atau bukan karena keterpaksaan. Sanksi potong tangan atas hukuman bagi pencuri bertujuan antara lain sebagai berikut.
  1. Tindakan preventif yaitu menakut-nakuti, agar tidak terjadi pencurian mengingat hukumannya yang berat.
  2. Membuat para pencuri timbul rasa jera, sehingga ia tidak melakukan untuk kali berikutnya.
  3. Menumbuhkan kesadaran kepada setiap orang agar menghargai dan menghormati hasil jerih payah orang lain.
  4. Menumbuhkan semangat produktivitas melalui persaingan sehat.
  5. Tidak berlaku hukum potong tangan terhadap pencuri yang melakukan tindak pidana pada musim paceklik, memberikan arahan agar para orang kaya melihat kondisi masyarakat, sehingga tidak hanya memikirkan diri sendiri. Dengan demikian kecemburuan sosial, yaitu penumpukan harta pada orang-orang tertentu dapat dihindari.
Selain ketentuan diatas tujuan hukum pada umumnya adalah menegakkan keadilan berdasarkan kemauan pencipta manusia sehingga terwujud ketertiban dan ketentraman masyarakat.

d. Unsur-unsur Hukum Pidana Islam

Untuk menentukan suatu hukuman terhadap suatu tindak pidana dalam hukum Islam, diperlukan unsur normatifdan moral sebagai berikut.
  1. Secara yuridis normative di satu aspek harus didasari oleh dalil. Aspek lainnya secara yuridis normative mempunyai unsure materil, yaitu sikap yang dinilai sebagai suatu pelanggaran terhadap sesuatu yang diperintah oleh Allah SWT.
  2. Unsur moral, yaitu kesanggupan seseorang untuk menerima sesuatu yang secara nyata mempunyai nilai yang dapat dipertanggung jawabkan.


Selain unsur-unsur pidana yang telah disebutkan perlu diungkapkan bahwa hukum pidana Islam dapat dilihat dari beberapa segi, yaitu:
  1. Dari segi berat atau ringannya hukuman, maka hukum pidana Islam dapat dibedakan menjadi, (a) jarimah hudud, (b) jarimah qishash, dan (c) jarimah ta’zir.
  2. Dari segi unsure niat, ada dua jarimah yaitu, (a) yang disengaja, (b) dan yang tidak disengaja.
  3. Dari segi cara mengerjakan, ada dua jarimah yaitu, (a) yang positif, (b) dan yang negatif.
  4. Dri segi si korban, jarimah ada dua yaitu, (a) yang bersifat perorangan, (b) kelompok.

Adapun aturan hukum maupun unsure-unsur perbuatan dapat dikatakan sebagai perbuatan jarimah yaitu apabila memenuhi beberapa sarat atau unsure-unsur sebagai berikut:

1.      unsur formal,yaitu adanya nas atau ketentuan yang menunjuknya sebagai jarimah.unsur ini sesuai dengan prinsip yang menyatakan bahwa jarimah tidak terjadi sebelum dinyatakan dalam nas.Alasan harus adanya unsur ini antara lain firman allah dalam QS al isra:15 yang mengajarkan bahwa allah tidak akan menyiksa hambanya sebelum mengutus utusannya.Ajaran ini berisi ketentuan bahwa hukuman akan ditimpakan kepada mereka yang membangkang ajaran rasul allah harus lebih dulu diketahui adanya ajaran rasul allah yang dituangkan dalam nas.

2.      unsur material,yaitu adanya perbuatan melawan hukum yang benar-benar telah dilakukan.Hadis nabi riwayat bukhari muslim dari abu hurairah mengajarkan bahwa allah melewatkan hukuman untuk umat nabi muhamad atas sesuatu yang masih terkandung dalam hati,selagi ia tidak mengatakan dengan lisan atau mengerjakannya dengan nyata.

3.      unsur moral, yaitu adanya niat pelaku untuk berbuat jarimah.unsur ini menyangkut tanggung jawab pidana yang hanya dikenakan atas orang yang telah baliq, sehat akal, dan ikhtiyar(berkebebasan berbuat). dengan kata lain, unsure moral ini berhubungan dengan tanggung jawab pidana yang hanya dibebankan atas orang mukalaf dalam keadaan bebas dari unsure keterpaksaan atau ketidaksadaran penuh. Hadis Nabi riwwayat Ibnu Majah dari Abu Dzarr mengajarkan bahwa Allah melewatkan hukuman terhadap umat nabi Muhammad karena salah(tidak sengaja), lupa dan sesuatu yang dipaksakan kepada mereka.
Salah satu macam jarimah hudud yang akan kita bahas dalam ikhtisar ini ialah jarimah hudud tentang pencurian.Jarimah tentang pencurian diatur dalam QS al-maidah:38 yang mengajarkan”pencuri laki-laki dan perempuuan hendaklah kamu potong tangan mereka sebagai balasan atas perbuatan mereka dan merupakan hukuman pengajaran dari allah mahakuasa dan bijaksana. Hadis nabi mengajarkan bahwa batas pemotongan tangan adalah pada pergelangan tangan dan pada tangan kanan.

e. Ciri-ciri Hukum Islam
Berdasarkan ruang lingkup hukum Islam yang telah diuraikan dapat ditentukan ciri-cirinya sebagai berikut.
  1. Hukum Islam adalah bagian dan bersumber dari ajaran agama Islam.
  2. Hukum Islam mempunyai hubungan yang erat dan tidak dapat dipisahkan dengan iman dan kesuliaan atau akhlak.
  3. Hukum Islam mempunyai istilah kunci, yaitu syariat.

B. Penanggulangan Tindak Pidana Pencurian Dalam Perspektif Islam
Penanggulangan tindak pidana pencurian dalam perspektif Islam dapat diwujudkan dengan tujuan yang terarah dan dapat memberikan kontribusi yang sesuai dalam ajaran agama dan aturan yang ada misalnya :
  1. Mengurangi pengangguran agar fikiran dari pada tuna karya ini tidak kebabblasan sampai pada akhirnya memutuskan untuk mencuri.
  2. Menambah lapangan pekerjaan yang layak sehingga dapat mengasilkan sesuatu misalnya uang atau yang lainya.
  3. Menumbuhkan semangat produktivitas melalui persaingan sehat.
  4. Menumbuhkan kesadaran kepada setiap orang agar menghargai dan menghormati hasil jerih payah orang lain.
  5. Memberikan arahan agar para orang kaya melihat kondisi masyarakat, sehingga tidak hanya memikirkan diri sendiri. Dengan demikian kecemburuan sosial, yaitu penumpukan harta pada orang-orang tertentu dapat dihindari.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jarimah yaitu tindak pidana, Imam al-Mawardi mendefiniskan sebagai
berikut:
“segala larangan syara’ ( melakukan hal-hal yang dilarang dan atau
meninggalkan hal - hal yang diwajibkan ) yang diancam dengan hukum had
atau ta’zir” Jarimah dibagi menjadi beberapa macam dan jenis sesuai dengan aspek
yang ditonjolkan. Pada umumnya, para ulama membagi jarimah berdasarkan
aspek berat dan ringangannya hukuman serta ditegaskan atau tidaknya oleh al-
Qur’an atau al-Hadis. Atas dasar ini, mereka membaginya menjadi tiga macam,
yaitu  :
1.      Jarimah hudud,
2.      Jarimah qisas/diyat, dan
3.      Jarimah ta’zir
Sekalipun dalam Islam mengakui jarimah qisas diyat, tetapi tidak sekaku yang dibayangkan. Islam justru dalam menerapkan hukuman sangat
memperhatikan kepentingan individu dan masyarakat. Ditegakkannya hukuman
dalam Islam pada prinsipnya adalah demi kemaslahatan manusia. Kewajiban - kewajiban dalam syari’ah menyangkut perlindungan Maqāşid al - Syarī’ah yang
pada bertujuan melindungi maslahat manusia.
Perlindungan terhadap kepentingan manusia yang paling pokok adalah
dalam kategori maslahah daruri yang terdri dari lima bidang yaitu din
( agama ), nafs ( jiwa ), mal ( harta ), aql ( akal ), dan nasl wa ’ird ( keturunan dan
kehormatan ). Kelima unsur tersebut perlu adanya perllindungan, seperti ibadah
untuk melindungi agama, ibadah, sholat, zakat, haji untuk melindungi jiwa dan
harta, demikian juga masalah uqubah untuk melindungi harta, jiwa dan
kehormatan. Adapun penerapan dan pelaksanaan hukuman, dalam Islam ada dua teori
yaitu absolut dan relatif. Standar keadilan dalam menerapkan hukuman mutlak
adalah dengan menyesuaikan kehendak mayarakat dan sekaligus
mempertimbangkan bentuk, kualitas dan kuantitas kejahatan yang dilakukan.
Sedangkan dalam arti bahwa dirinya merupakan suatu yang formal, maka dalam
hal ini lebih dititik beratkan pada fungsi ditetapkannya hukuman, artinya bahwa
penerapan hukuman mutlak diupayakan sebagai upaya mewujudkan keadilan




B. Saran
Demikianlah makalah ini kami penulis susun untuk memenuhi salah satu tugas kuliah Jurusan Pendidikan Agama Islam semester IV pada mata kuliah FIQIH JINAYAH. Apabila dalam penulisan makalah ini terdapat kekurangan, kami penulis meminta kepada pembaca umumnya dan khususnya kepada bapak dosen mata kuliah FIQIH JINAYAH ini untuk memberikan saran dan kritik yang membangun untuk makalah ini. Mudah - mudahan Allah Swt senantiasa memberkahi kita semua. Amin ya Rabbal ‘Alamin






DAFTAR PUSTAKA


Rasjid, Sulaiman. Fiqih Islam. PT. Sinar Baru Algensindo. Bandung : 1998

Ali, Zainudin. Hukum Pidana Islam. Sinar Grafika. Jakarta : 2007

Syarifudin, Amir. Fiqh Sunnah II. Logos Wacana Ilmu. Jakarta : 1999

Tidak ada komentar:

Posting Komentar