BAB I
PENDAHULUAN.
PENDAHULUAN.
A. Latar Belakang Masalah
Dalam cakupan fikih jarimah dalam syariat islam dikenal prinsip bahwa suatu perbuatan dapat dipandang sebagai jarimah jika telah dinyatakan dalam nash atau dengan bahasa kenegaraan,sesuatu perbuatan dapat dipandang sebagai jarimah jika telah diundangkan.
Dengan adanya prinsip tersebut macam jarimah dan sangsinya akan dapat diketahui dengan jelas dan pasti.dengan demikian orang akan berhati-hati agar jangan sampai melakukan jarimah yang akan berakibat penderitaan terhadap diri sendirinya juga.dari segi lain adanya prinsip tersebut akan mencegah terjadinya penyalah gunaan wewenang penguasa atau pengadilan untuk menjatuhkan suatu hukumankepada seseorangt berbeda dengan hukuman yang akan dijatuhkan terhadap orang lain yang melakukan jarimahyang sama dengan motif yang sama pula.
Adanya prinsip tersebut dimaksudkan juga untuk memberikan kepastian hukum terhadap bermacam macam jarimah.jangan sampai suatu hukuman dijatuhkan terhadap sesuatu jarimah yang diatur kemudian.Meskipun demikian,dapat dikecualikan untuk hal yang dipandang yang amat besar bahayanya terhadap masyarakat.aturan dapat dibuat kemudian kemudian setelah perbuatan jarimah dilakukan,guna menjadi dasar hukum dalam hendak menjatuhkan hukuman.
Macam jarimah yang ditentukan ancaman pidananya dalam al-quran ialah pembunuhan ,penganinayaan ,pencurian ,perampokan,pemberontakan,zina,dan menuduh zina.Hadis naba saw.kecuali memberikan perincian jarimah-jarimah yang ditunjuk didalam al’quran tujuh macam tersebut,juga menentukan sangsi pidana terhadap dua macam jarimah lainnya,yaitu:minuman keras,dan riddah keluar dari agama islam.
Sebagai contoh kongkrit didalam QS al-baqarah188 disebutkan larangan makan harta dengan cara tidak sah,yang bentuknya disebutkan dengan jalan suap menyuap.Atas dasar adanya larangan tersebut dank arena al-quran tidak menyebutkan sangsi terhadap pelanggarannya,penguasa dibenarkan untuk membuat undang-undang yang mengatur jarimah suap menyuap misalnya lagi dalam sunah rasul disebutkan larangan bersunyi-sunyi antara laki-laki dan perempuan bukan suami istri dan juga bukan muhrimnya juna menjaga agar jangan sampai terjadi perjinahan.Atas dasar adanya larangan tersebut dan karena sunah rasul tidak menentukan sangsinya,penguasa dibenarkan mengeluarkan undang undang yang mengatur jerimah khalwat.
Dari uraian tersebut diatas jarimah hudud dapat diartikan yaitu jarimah yang diancam dengan hukuman hadd adalah hukuman yang telah ditentukan dalam nass al-quran atau sunah rasul dan telah pasti ancamannya serta menjadi hak allah,tidak dapat diganti dengan macam hukuman lain atau dibatalkan sama sekali oleh manusia yang termasuk njarimah ini ialah pencurian ,perampokan ,pemberontakan ,zina,menuduh zina ,minum-minuman keras dan riddah.
B. Rumusan Masalah
- Apakah Pengertian Pidana dan Pencuri ?
- Bagaimana Cara Penanggulangan Tindak Pidana Pencurian Dalam Perspektif Islam !
C . Tujuan
Penulisan
Berdasarkan latar belakang di atas, maka
tujuan penulisan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengertian Jarimah
pencurian
2. Untuk mengetahui Sanksi Hukum Pencurian
3.
Untuk mengetahui Unsur – unsur pencurian
4.
Untuk Mengetahui Hikmah Jarimah
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Pidana dan Pencuri
Hukum pidana Islam adalah merupakan terjemahan dari
fiqh jinayah, fiqh jinayah adalah segala ketentuan hukum mengenai tindakan
pidana atau perbuatan kriminal yang dilakukan orang-orang Mukallaf (orang yang
dapat dibebani kewajiban).
Hukum pidana Islam merupakan syariat Allah yang
mengandung kemaslahatan bagi kehidupan manusia baik didunia dan akhirat.
Pencuri adalah orang yang mengambil harta atau benda
orang lain dengan jalan diam – diam dan diambil dari tempat penyimpanannya.
Pengertian yang dimaksud ada beberapa perilaku yang serupa tetapi tidak sama
dengan pencuri. Hal ini tidak ada salahnya bila dikemukakan yaitu :
- Menipu.
Menipu
adalah mengambil hak orang lain secara licik sehingga orang lain menderita
kerugian.
- Korupsi.
Korupsi
adalah mengambil hak orang lain baik perorangan atau masyarakat dengan
menggunakan kewenangan atar jabatan dan kekuasaannya.
- Menyuap.
Menyuap
yaitu seseorang memberi sesuatu baik dalam bentuk barang atau uang maupun
lainnya kepada orang lain agar pemberi memperoleh keuntungan baik material atau
moril sedangkan pemberiannya itu ada pihak lain yang dirugikan.
Mencuri adalah sebagian dari dosa besar. Orang yang
mencuri wajib dihukum yaitu dipotong tangannya. Apabila ia mencuri untuk yang
pertama kalinya maka dipotong tangannya yang kanan (dari pergelangan tangan
sampai telapak tangan) bila mencuri kedua kalinya di potong kaki kirinya (dari
ruas tumit), mencuri yang ketiga dipotong tangannya yang kiri, dan yang
keempat, dipotong kakinya yang kanan, kalau ia masih juga mencuri maka ia harus
dipenjarakan sampai tobat.
1. Sulaiman
Rasyid, Fiqh Islam ( Bandung : Pt. Sinar Baru Algensindo, 1998 )
a. Ruang Lingkup Hukum Pidana Islam
Ruang lingkup hukum pidana Islam meliputi pencurian ,
perzinahan, meminum khamar, membunuh dan melukai orang lain, merusak harta
orang lain, dan kekacauan dan semacamnya berkaitan dengan hukum kepidanaan.
Hukum kepidanaan dimaksud disebut jarimah.Jarimah
terbagi dua: Jarimah Hudud dan jarimah ta’zir. Kata hudud berasal dari bahasa
arab adalah jamak dari kata had .Had secara harfiah ada beberapa kemungkinan
arti antara lain batasan atau definisi, siksaan, ketentuan atau hukum. Had
dalam pembahasan fiqih (hukum Islam) terbagi beberapa jenis dalam syariat Islam
, yaitu rajam, jilid, atau dera, potong tangan, penjara atau kurungan seumur
hidup, eksekusi bunuh, pengasingan atau deportasi, dan salib.
Namun ta’zir dalam pengertian istilah dalam hukum
Islam adalah hukuman yang bersifat mendidik yang tidak mengharuskan pelakunya
dikenai had dan tidak pula harus membayar kaffah atau diat. Jenis hukuman yang
termasuk jarimah ta’zir adalah penjara, skorsing atau pemecatan, ganti rugi,
pukulan, ganti rugi, teguran dengan kata-kata, dan jenis hukuman lain yang
dipandang sesuai dengan pelanggaran dari pelakunya.
b. - Dasar Sanksi Hukum Bagi Pencuri Dalam Al-Qur’an
Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat
Al-Maidah ayat 38
Artinya: “laki-laki yang mencuri dan perempuan yang
mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka
kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana.”
- Dasar Sanksi Hukum Bagi Pencuri Dalam Al-Hadist
Selain dasar hukum yang bersumber dari Al-qur’an yang
diungkapkan diatas juga dapat dilihat dari hadist Nabi Muhammad Saw.
Diantaranya sebagai berikut.
Diriwayatkan
dari Sayyidatina Aisyah ra. Katanya: Rasulullah saw memotong tangan
seseorang yang mencuri harta yang senilai satu perempat dinar keatas.
Diriwayatkan dari Ibnu Umar ra. Katanya: Sesungguhnya
Rasulullah saw pernah memotong tangan seorang pencuri yang mencuri sebuah
perisai yang bernila sebanyak tiga dirham.
2. Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam ( Jakarta : Sinar Grafika, 2007 )
3.
Amir Syarifuddin, Fiqh Sunnah II ( Jakarta: Logos Wacana ilmu, 1999 )
Garis hukum yang dapat dipahami dari ayat Al-Qur’an
dan hadist diatas adalah sebagai berikut.
1. Sanksi
hukum bagi laki–laki dan perempuan yang mencuri adalah potong tangan sebagai
pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah.
2. Umat-umat
terdahulu kalau ada orang mulia yang mencuri, mereka membiarkannya, tetapi
apabila mereka dapati orang yang lemah diantara mereka yang mencuri, mereka
akan dijatuhi hukuman ke atasnya. Demi Allah sekiranya Sayyidatina Fatimah
binti Muhammad yang mencuri, niscaya aku yang akan memotong tangannya.
3. Seorang
pencuri tidak akan mencuri jika dia berada dalam keimanan yaitu iman yang
sempurna.
4. Rasulullah
saw memotong tangan seorang yang mencuri harta senilai satu perempat dinar
keatas.
5. Rasulullah
saw pernah memotong tangan seorang yang mencuri sebuah perisai yang bernilai
sebanyak tiga dirham.
Persyaratan Hukum Potong Tangan Bagi Pencuri
Berdasarkan ayat Al-qur’an dan alhadist yang secara
tegas mengungkapkan bahwa sanksi hukum terhadap pelanggaran pidana pencurian
yaitu potong tangan denagn syarat sebagai berikut.
1. Nilai
harta yang dicuri jumlahnya mencapai satu nishab, yaitu kadar harta tertentu
yang diterapkan sesuai dengan undang-undang.
2. Barang
curian itu dapat diperjual belikan.
3. Barang
atau uang yang dicuri bukan milik baitul mal.
4. Pencuri
usianya sudah dewasa.
5.
Perbuatan
dilakukan atas kehendaknya bukan atas paksaan orang lain.
6. Tidak
dalam kondisi dilanda krisis ekonomi.
7.
Pencuri
melakukan perbuatannya bukan karena untuk memenuhi kebutuhan pokok.
8. Korban
pencurian bukan orang tua dan bukan pula keluarga dekatnya(muhrim).
9. Pencuri
bukan pembantu korbannya. Jika pembantu rumah tangga mencuri perhiasan.
10. Ketentuan
potong tangan Apabila ia mencuri untuk yang pertama kalinya maka dipotong
tangannya yang kanan (dari pergelangan tangan sampai telapak tangan) bila
mencuri kedua kalinya di potong kaki kirinya (dari ruas tumit), mencuri yang
ketiga dipotong tangannya yang kiri, dan yang keempat, dipotong kakinya yang
kanan, kalau ia masih juga mencuri untuk kelima kalinya maka ia harus
dipenjarakan sampai tobat dan dihukum mati.
11. Ketentuan
diatas tidak berlaku apabila orang yang mencuri harta bapaknya sendiri tidak
dipotong tangannya begitu juga sebaliknya. Demikian pula bila salah seorang
suami istri mencuri harta yang lain, orang miskin yang mencuri dari baitul mal
dan sebagainya tidak dipotong.
Syarat hukuman potong tangan atas adalah:
1.
pencurinya telah baligh,berakal sehat dan
ikhtiyar.Dengan demikian anak-anak dibawah umur yang melakukan pencurian tidak
memenuhi syarat hukuman potong tangan tetapi walinya dapat dituntut untuk
mengganti harga harta yang dicuri anak dibawah perwaliannya sedangkan sianak
dapat diberipelajaran seperlunya.Orang gila yang mencuri juga tidak dapat
dijatuhi hukuman potong tangan demikian juga orang dewasa sehat akal yang
melakukan pencurian atas dasar desakan ataupun daya paksa tidak dapat dijatuhi
hukuman hadd potong tangan khalifaah ummar pernah tidak menjatuhkan hukuman
potong tangan terhadap pencuri yang melakukan pencurian pada musim penceklik
karena dirasakan adanya unsure keterpaksaan.
2.
pencuri benar-benar mengambil harta orang yang tidak
ada syubhat milik bagi orang tersebut. dengan dengan demikian, jika seorang
anggota suatu perseroan dagang mencuri harta milik perseorannya, ia tidak
dijatuhi hukuman hadd potong tangan karena ia adalah orang yang ikut memiliki
harta perseroan yang dicurinya. demikian jugaa, pegawai negeri yang melakukan
korupsi terhadap harta Negara sebab harta negarase4bab sebagai warga Negara ia
dipandang ikut memiliki harta yang dicurinya, tetapi tidak berarti sikoruptor
bebas dari ancaman pidana sama sekali. ancaman yang dapat dijatuhkan adalah
pidadna ta’zir.
3.
pencurin mengambil harta dari tempat simpanan yang
semestinya, sesuai dengan harta yang dicuri. dengan demikian, orang yang
mencuri buah pohon yang tidak dipagar tidak memenuhi syarat hukuman potong
tangan. orang yang mencuri sepeda dihalaman rumah pada malam hari jugatidak
dapat dijatuhi hukuman hadd potong tangan. orang yang mencuri cincin emas yang
terletak diatas meja makan juga tidak dapat dihukum hadd potong tangan. namun.,
pencuri sapi dikandang diluar rumah memenuhi syarat dijatuhi hukuman hadd
potong tangan sebab sapi tidak pernah dikandangkan didalam rumah. pencuri yang
tidak memenuhi syarat hukuman hadd dijatuhi hukuman ta’zir.
4.
harta yang dicuri memenuhi nisab. nisab harta curian
yang dapatmengakibatkan hukuman hadd potong tangan ialah seperempaat dinar
(seharga emas 1,62 gram). dengan demikian, pencurian harta yang tidak mencapai
nisab hanya dapat dijatuhi hukuman ta’zir. nisab harta curian itu dapat
dipikirkan kembali, disessuaikan dengan keadaan ekonomi suatu waktu dan tempat.
sesuai keadaan ekonomi pada masa nabi, harta seharga seperempat dinar itu sudah
cukup besar. meskipun dapat pula dipahamkan bahwa kecenderunan untuk menetapkan
nisab harta curian dalam jumlah amt kecil itu dimaksudkan untuk menghilangkan
kejahatanpencurian yang amat merugikan ketenteramanmasyarakat, jangan sampai
hak milik seseorang tidak dilindungi keselamatannya.
5.
pencurian
tidak terjadi karena desakan daya paksa, seperti wabah kelaparan yang orang
mencuri untuk menyelamatkan jiwanya. Khalifah Umar bin Khaththab pernah tidak
melaksanakan hukuman hadd potong tangan terhadap pencuri unta pada saat terjadi
wabah kelaparan (paceklik).penuri yang demikian itu jika akan dijatuhi hukuman
hanya dapat berupa hukuman ta’zir, atau dapat dibebaskan sama sekali,
bergantung pada ppertimbangan hakim. dapat ditambahkan bahwa keadaan memaksa
ini dapat terjadi juga dalam masyarakat yang keadaan sosialnya belum terlaksana
dengan baik. misalnya, dalam masyarakat yang jarak antara kaum kaya dan kaum
miskin terlalu jauh, jurang pemisah antara dua golongan itu amat dalam. di satu
pihak terdapat orang kaya yang membelanjakan hartanya dengan cara
bermewah-mewah, dilain pihak tersapat kaum miskin yang untuk memperoleh
pekerjaan amat susah, untuk memperoleh rezeki sehari-hari amat sukar. dengan
demikian, dapat kita peroleh kepastian bahwa pencurian yang terjadi dalam
masyarakat yang belum mencerminkan keadilan social itu tidak memenuhi syarat
untuk dilaksanakan hukuman hadd potong tangan. yang dapat dilaksanakan adalah
hukuman ta’zir.
c. Hikmah Atau Tujuan
Hukuman Bagi Pencuri.
Salah satu
yang dibanggakan oleh manusia adalah harta. Ajaran Islam bukan materialisme,
melainkan Islam mengajarkan kepada umat Islam untuk berusaha sekuat tenaga
sesuai kemampuan untuk mencari harta. Syariat Islam yang telah ditetapkan oleh
Allah SWT dan Muhammad Rasulullah SAW memuat seperangkat aturan dalam hal
memperoleh harta. Memperoleh harta dengan cara yang haram seperti berbuat
curang, merugikan orang lain, mencari keuntungan yang berlebihan,dan lain-lain
harus dihindari oleh umat Islam.
Mengambil
hak orang lain berarti merugikan sepihak. Ketentuan potong tangan bagi para
pencuri, menunjukkan bahwa pencuri yang dikenai sanksi hukum potong tangan
adalah pencuri yang professional, bukan pencuri iseng, atau bukan karena
keterpaksaan. Sanksi potong tangan atas hukuman bagi pencuri bertujuan antara
lain sebagai berikut.
- Tindakan preventif yaitu menakut-nakuti, agar tidak terjadi pencurian mengingat hukumannya yang berat.
- Membuat para pencuri timbul rasa jera, sehingga ia tidak melakukan untuk kali berikutnya.
- Menumbuhkan kesadaran kepada setiap orang agar menghargai dan menghormati hasil jerih payah orang lain.
- Menumbuhkan semangat produktivitas melalui persaingan sehat.
- Tidak berlaku hukum potong tangan terhadap pencuri yang melakukan tindak pidana pada musim paceklik, memberikan arahan agar para orang kaya melihat kondisi masyarakat, sehingga tidak hanya memikirkan diri sendiri. Dengan demikian kecemburuan sosial, yaitu penumpukan harta pada orang-orang tertentu dapat dihindari.
Selain
ketentuan diatas tujuan hukum pada umumnya adalah menegakkan keadilan
berdasarkan kemauan pencipta manusia sehingga terwujud ketertiban dan
ketentraman masyarakat.
d. Unsur-unsur Hukum Pidana Islam
Untuk menentukan suatu hukuman terhadap suatu tindak
pidana dalam hukum Islam, diperlukan unsur normatifdan moral sebagai berikut.
- Secara yuridis normative di satu aspek harus didasari oleh dalil. Aspek lainnya secara yuridis normative mempunyai unsure materil, yaitu sikap yang dinilai sebagai suatu pelanggaran terhadap sesuatu yang diperintah oleh Allah SWT.
- Unsur moral, yaitu kesanggupan seseorang untuk menerima sesuatu yang secara nyata mempunyai nilai yang dapat dipertanggung jawabkan.
Selain unsur-unsur pidana yang telah disebutkan perlu
diungkapkan bahwa hukum pidana Islam dapat dilihat dari beberapa segi, yaitu:
- Dari segi berat atau ringannya hukuman, maka hukum pidana Islam dapat dibedakan menjadi, (a) jarimah hudud, (b) jarimah qishash, dan (c) jarimah ta’zir.
- Dari segi unsure niat, ada dua jarimah yaitu, (a) yang disengaja, (b) dan yang tidak disengaja.
- Dari segi cara mengerjakan, ada dua jarimah yaitu, (a) yang positif, (b) dan yang negatif.
- Dri segi si korban, jarimah ada dua yaitu, (a) yang bersifat perorangan, (b) kelompok.
Adapun aturan hukum maupun unsure-unsur perbuatan dapat dikatakan sebagai perbuatan jarimah yaitu apabila memenuhi beberapa sarat atau unsure-unsur sebagai berikut:
1. unsur formal,yaitu adanya nas atau ketentuan yang menunjuknya sebagai jarimah.unsur ini sesuai dengan prinsip yang menyatakan bahwa jarimah tidak terjadi sebelum dinyatakan dalam nas.Alasan harus adanya unsur ini antara lain firman allah dalam QS al isra:15 yang mengajarkan bahwa allah tidak akan menyiksa hambanya sebelum mengutus utusannya.Ajaran ini berisi ketentuan bahwa hukuman akan ditimpakan kepada mereka yang membangkang ajaran rasul allah harus lebih dulu diketahui adanya ajaran rasul allah yang dituangkan dalam nas.
2. unsur material,yaitu adanya perbuatan melawan hukum yang benar-benar telah dilakukan.Hadis nabi riwayat bukhari muslim dari abu hurairah mengajarkan bahwa allah melewatkan hukuman untuk umat nabi muhamad atas sesuatu yang masih terkandung dalam hati,selagi ia tidak mengatakan dengan lisan atau mengerjakannya dengan nyata.
3.
unsur moral, yaitu adanya niat pelaku untuk berbuat
jarimah.unsur ini menyangkut tanggung jawab pidana yang hanya dikenakan atas
orang yang telah baliq, sehat akal, dan ikhtiyar(berkebebasan berbuat). dengan
kata lain, unsure moral ini berhubungan dengan tanggung jawab pidana yang hanya
dibebankan atas orang mukalaf dalam keadaan bebas dari unsure keterpaksaan atau
ketidaksadaran penuh. Hadis Nabi riwwayat Ibnu Majah dari Abu Dzarr mengajarkan
bahwa Allah melewatkan hukuman terhadap umat nabi Muhammad karena salah(tidak
sengaja), lupa dan sesuatu yang dipaksakan kepada mereka.
Salah satu macam jarimah hudud yang akan kita bahas dalam ikhtisar ini ialah
jarimah hudud tentang pencurian.Jarimah tentang pencurian diatur dalam QS
al-maidah:38 yang mengajarkan”pencuri laki-laki dan perempuuan hendaklah kamu
potong tangan mereka sebagai balasan atas perbuatan mereka dan merupakan
hukuman pengajaran dari allah mahakuasa dan bijaksana. Hadis nabi mengajarkan
bahwa batas pemotongan tangan adalah pada pergelangan tangan dan pada tangan
kanan.
e. Ciri-ciri Hukum Islam
Berdasarkan ruang lingkup hukum Islam yang telah
diuraikan dapat ditentukan ciri-cirinya sebagai berikut.
- Hukum Islam adalah bagian dan bersumber dari ajaran agama Islam.
- Hukum Islam mempunyai hubungan yang erat dan tidak dapat dipisahkan dengan iman dan kesuliaan atau akhlak.
- Hukum Islam mempunyai istilah kunci, yaitu syariat.
B.
Penanggulangan Tindak Pidana Pencurian Dalam Perspektif Islam
Penanggulangan tindak pidana pencurian dalam perspektif
Islam dapat diwujudkan dengan tujuan yang terarah dan dapat memberikan
kontribusi yang sesuai dalam ajaran agama dan aturan yang ada misalnya :
- Mengurangi pengangguran agar fikiran dari pada tuna karya ini tidak kebabblasan sampai pada akhirnya memutuskan untuk mencuri.
- Menambah lapangan pekerjaan yang layak sehingga dapat mengasilkan sesuatu misalnya uang atau yang lainya.
- Menumbuhkan semangat produktivitas melalui persaingan sehat.
- Menumbuhkan kesadaran kepada setiap orang agar menghargai dan menghormati hasil jerih payah orang lain.
- Memberikan arahan agar para orang kaya melihat kondisi masyarakat, sehingga tidak hanya memikirkan diri sendiri. Dengan demikian kecemburuan sosial, yaitu penumpukan harta pada orang-orang tertentu dapat dihindari.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jarimah
yaitu tindak pidana, Imam al-Mawardi mendefiniskan sebagai
berikut:
“segala larangan syara’ ( melakukan hal-hal yang dilarang dan atau
meninggalkan hal - hal yang diwajibkan ) yang diancam dengan hukum had
atau ta’zir” Jarimah dibagi menjadi beberapa macam dan jenis sesuai dengan aspek
yang ditonjolkan. Pada umumnya, para ulama membagi jarimah berdasarkan
aspek berat dan ringangannya hukuman serta ditegaskan atau tidaknya oleh al-
Qur’an atau al-Hadis. Atas dasar ini, mereka membaginya menjadi tiga macam,
yaitu :
berikut:
“segala larangan syara’ ( melakukan hal-hal yang dilarang dan atau
meninggalkan hal - hal yang diwajibkan ) yang diancam dengan hukum had
atau ta’zir” Jarimah dibagi menjadi beberapa macam dan jenis sesuai dengan aspek
yang ditonjolkan. Pada umumnya, para ulama membagi jarimah berdasarkan
aspek berat dan ringangannya hukuman serta ditegaskan atau tidaknya oleh al-
Qur’an atau al-Hadis. Atas dasar ini, mereka membaginya menjadi tiga macam,
yaitu :
1. Jarimah hudud,
2. Jarimah
qisas/diyat, dan
3. Jarimah
ta’zir
Sekalipun
dalam Islam mengakui jarimah qisas diyat, tetapi tidak sekaku yang dibayangkan.
Islam justru dalam menerapkan hukuman sangat
memperhatikan kepentingan individu dan masyarakat. Ditegakkannya hukuman
dalam Islam pada prinsipnya adalah demi kemaslahatan manusia. Kewajiban - kewajiban dalam syari’ah menyangkut perlindungan Maqāşid al - Syarī’ah yang
pada bertujuan melindungi maslahat manusia.
Perlindungan terhadap kepentingan manusia yang paling pokok adalah
dalam kategori maslahah daruri yang terdri dari lima bidang yaitu din
( agama ), nafs ( jiwa ), mal ( harta ), aql ( akal ), dan nasl wa ’ird ( keturunan dan
kehormatan ). Kelima unsur tersebut perlu adanya perllindungan, seperti ibadah
untuk melindungi agama, ibadah, sholat, zakat, haji untuk melindungi jiwa dan
harta, demikian juga masalah uqubah untuk melindungi harta, jiwa dan
kehormatan. Adapun penerapan dan pelaksanaan hukuman, dalam Islam ada dua teori
yaitu absolut dan relatif. Standar keadilan dalam menerapkan hukuman mutlak
adalah dengan menyesuaikan kehendak mayarakat dan sekaligus
mempertimbangkan bentuk, kualitas dan kuantitas kejahatan yang dilakukan.
Sedangkan dalam arti bahwa dirinya merupakan suatu yang formal, maka dalam
hal ini lebih dititik beratkan pada fungsi ditetapkannya hukuman, artinya bahwa
penerapan hukuman mutlak diupayakan sebagai upaya mewujudkan keadilan
memperhatikan kepentingan individu dan masyarakat. Ditegakkannya hukuman
dalam Islam pada prinsipnya adalah demi kemaslahatan manusia. Kewajiban - kewajiban dalam syari’ah menyangkut perlindungan Maqāşid al - Syarī’ah yang
pada bertujuan melindungi maslahat manusia.
Perlindungan terhadap kepentingan manusia yang paling pokok adalah
dalam kategori maslahah daruri yang terdri dari lima bidang yaitu din
( agama ), nafs ( jiwa ), mal ( harta ), aql ( akal ), dan nasl wa ’ird ( keturunan dan
kehormatan ). Kelima unsur tersebut perlu adanya perllindungan, seperti ibadah
untuk melindungi agama, ibadah, sholat, zakat, haji untuk melindungi jiwa dan
harta, demikian juga masalah uqubah untuk melindungi harta, jiwa dan
kehormatan. Adapun penerapan dan pelaksanaan hukuman, dalam Islam ada dua teori
yaitu absolut dan relatif. Standar keadilan dalam menerapkan hukuman mutlak
adalah dengan menyesuaikan kehendak mayarakat dan sekaligus
mempertimbangkan bentuk, kualitas dan kuantitas kejahatan yang dilakukan.
Sedangkan dalam arti bahwa dirinya merupakan suatu yang formal, maka dalam
hal ini lebih dititik beratkan pada fungsi ditetapkannya hukuman, artinya bahwa
penerapan hukuman mutlak diupayakan sebagai upaya mewujudkan keadilan
B. Saran
Demikianlah
makalah ini kami penulis susun untuk memenuhi salah satu tugas kuliah Jurusan
Pendidikan Agama Islam semester IV pada mata kuliah FIQIH JINAYAH. Apabila
dalam penulisan makalah ini terdapat kekurangan, kami penulis meminta kepada
pembaca umumnya dan khususnya kepada bapak dosen mata kuliah FIQIH JINAYAH ini
untuk memberikan saran dan kritik yang membangun untuk makalah ini. Mudah - mudahan
Allah Swt senantiasa memberkahi kita semua. Amin ya Rabbal ‘Alamin
DAFTAR
PUSTAKA
Rasjid,
Sulaiman. Fiqih Islam. PT. Sinar Baru Algensindo. Bandung : 1998
Ali, Zainudin. Hukum Pidana Islam. Sinar Grafika.
Jakarta : 2007
Syarifudin,
Amir. Fiqh Sunnah II. Logos Wacana Ilmu. Jakarta
: 1999
Tidak ada komentar:
Posting Komentar